Sedang dalam bahasa Arab, shilaturahmi berasal dari dua kata, yakni Shilah dan Rahm. Adapun shilaturahim dari kata shilah dan rahim. Kata shilah dapat dimaknai dari dua aspek:
Pertama, alat. Maknanya adalah
مَا يُوْصَلُ بِهِ الشَّيْئُ
Seuatu yang menghubungkan sesuatu
Kedua, aksi atau perbuatan. Maknanya adalah :
فِعْلُ مَا يُعَدُّ بِهِ الإِْنْسَانُ وَاصِلاً
Sedangkan secara istilah, kata Ibnu Hajar al-Haitsami:
الصِّلَةُ إِيصَال نَوْعٍ مِنَ الإِْحْسَانِ
As- Shilah adalah menghubungkan/menyampaikan suatu jenis kebaikan
Adapun kata ar-Rahim, ar-Rahm, dan ar-Rihm mempunyai huruf penyusun yang sama (ra-ha-mim). Secara hakikat bahasa memiliki arti yang sama, yaitu:
بَيْتُ مَنْبَتِ الْوَلَدِ وَوِعَاؤُهُ
Rumah” dan “wadah” tempat pertumbuhan anak
Dalam Kamus Fiqh (I:145) disebutkan bahwa secara fungsional ar-Rahim adalah
tempat pembentukan janin. Dan secara fisikal (anatomi) tempatnya dekat perut.Sedangkan secara majazi (arti kiasan) maknanya “kerabat”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab , baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak”.
Meskipun demikian, ketika dihubungkan dengan kata shilah, yang populer dalam bahasa Arab adalah shilaturrahim. Sedangkan di Indonesia silaturrahmi. Karena itu, penggunaan ungkapan silaturahmi tidak dapat dikatakan sebagai “kesalahkaprahan”, karena memiliki rujukan dalam bahasa Arab.
Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Silaturrahim, secara penggunaan bahasa sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Atsir adalah kinayah tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka
Adapun secara istilah syar’I (Islam) silaturahmi pada hakikatnya bukanlah sekedar hubungan nasab, Ibnu Abu Jamrah (w. 695 H) berkata:
صِلَةُ الرَّحِمِ هُوَ إِيْصَالُ مَا أَمْكَنَ مِنَ
الْخَيْرِ وَدَفْعُ مَا أَمْكَنَ مِنَ الشَّرِّ بِحَسْبِ الطَّاقَةِ
Silaturrahmi adalah menyampaikan kebaikan semaksimal mungkin
dan menolak kejelekan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ, وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رواه مسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Hak muslim atas muslim itu enam; Apabila bertemu dia hendaklah beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu hendaklah penuhi dia, apabila ia bersin lalu mengucapkan alhamdulillah hendaklah kamu doakan dia, apabila sakit hendaklah kamu jenguk dia, dan apabila ia meninggal hendaklah kamu mengantar jenazahnya” H.R. Muslim
Hadits di atas menjelaskan beberapa bentuk silaturrahmi
1.
mengucapkan salam
kepada sesama muslim apabila berjumpa dan berpisah
2.
memenuhi undangan
ketika diundang oleh orang lain
3.
mendoakan orang bersin
bila ia mengucapkan alhamdulillah
4.
menjenguk orang yang
sakit
5.
mengantar jenazah orang
mukmin yang meninggal
Penjabaran silaturrahmi dalam bentuk saling mendoakan ketika bersin dijelaskan
dalam hadis lain sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: أَلْحَمْدُ للهِ,
وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوْهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ, فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ, فَلْيَقُلْ لَهُ: يَهْدِيْكُمُ اللهُ
وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ - رواه البخاري -
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kamu bersin, maka ucapkanlah: al-hamdulillah (segala puji bagi Allah). Dan hendaklah saudaranya mengucapkan: yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Maka hendaklah dia (orang yang bersin) mengucapkan: Yahdikumullah wayuslihu balakum (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan membereskan urusanmu)” H.R. Al-Bukhari
Demikian pula termasuk bentuk silatarurahmi adalah saling tolong-menolong dalam
kebaikan
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مِنْ اسْتَعَاذَكُمْ بِاَللَّهِ فَأَعِيذُوهُ, وَمَنْ
سَأَلَكُمْ بِاَللَّهِ فَأَعْطُوهُ, وَمَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا
فَكَافِئُوهُ, فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا, فَادْعُوا لَهُ أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ
Dasar Silaturahim
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat
memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ
الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
"Sembahlah Allah, janganlah
berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah
tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)." (HR. Bukhari no.
5983)
Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى
لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا - مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ - مِثْلُ
الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
"Tidak ada dosa yang lebih
pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut
dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas
(kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)"
(HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih)
Abdullah bin ’Amr berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى
إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung
silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan
semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang
berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh
pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Abu Hurairah berkata, "Seorang
pria mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata,
"Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung
silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya
berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka
bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka". Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Kalau memang halnya seperti yang
engkau katakan, (maka) seolah- olah engkau memberi mereka makan dengan bara api
dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.”
(HR. Muslim no. 2558)
Abdurrahman ibnu 'Auf berkata bahwa
dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ
الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ
قَطَعَهَا بتَتُّهُ
"Allah ’azza wa jalla
berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya
dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan
siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya." (HR. Ahmad
1/194, shahih lighoirihi).
Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ،
وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa yang suka dilapangkan
rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi."
(HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma
berkata,
مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ
فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ
"Siapa yang bertakwa kepada
Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan
hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya."
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)
A. Makna diluaskan rizkinya
Rizqi bukan hanya berbentuk harta, tapi meliputi pula ilmu dan kehormatan. Arti diluaskan rizqi itu tidak selalu berarti bertambah nominal hartanya, tetapi bisa pula bertambah peluangnya, semakin bertambah relasinya, semakin luas lahannya.
B. Makna dipanjangkan umurnya
Tidak berarti umur hidupnya jadi panjang, tetapi banyak berkah didalam umurnya dengan sebab taufiq untuk melaksanakan ketaatan dan bermanfaat di akhirat, sehingga terus dikenang dan didoakan oleh setiap orang yang masih hidup walaupun dia sudah meninggal. Intinya sebagaimana dalam hadis Nabi: Apabila seseorang mati terputus segala amalnya kecuali dari 3 perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, anak shaleh yang mendoakannya.
Kesimpulan
Memaknai Silaturahim secara benar, membutuhkan kesungguhan tekad dan bukti amal. Kita tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh, tetapi dituntut menata hati agar memiliki kekuatan untuk berbuat lebih bermutu. Sikap mental yang harus dilatih agar punya kemampuan silaturahim secara utuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar